“Berhala-Berhala Wacana”

Apa itu berhala? Sesuai KBBI, berhala yaitu patung dewa atau sesuatu yang didewakan untuk disembah dan dipuja. Nah, buku ini langsung menarik minat saya karena judulnya yang berani untuk membahas “berhala” yang ada dalam kehidupan masyarakat Islam kontemporer. Seperti yang terlihat pada sampul, buku Berhala-Berhala Wacana ini ditulis oleh Edi AH Iyubenu alias Edi Akhiles alias Edi Mulyono. Beliau adalah kandidat doktor Islamic Studies di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pembahasan dan studi yang sangat menarik dari buku ini antara lain mengenai bagaimana metode penafsiran yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu, pendapat penulis mengenai trend zaman now yang sedikit-sedikit mengembel-embelkan “syar’i” dalam bisnis jual-beli, pembahasan mengenai Pancasila yang sebenarnya sudah sangat Islami karena sudah mengandung unsur-unsur Islam yang dibutuhkan dalam membentuk suatu negara, pembahasan tentang stigma pernikahan yang terlalu diburukan, sedikit tentang poligami, substansi dari seorang Haji yang Mabrur, kajian hukum mengatakan “Selamat Natal”, dan banyak lainnya.

Semua pembahasan yang saya tuliskan pada paragraf sebelumnya bisa dijelaskan oleh penulis dengan bahasa yang sederhana namun mengena. Salah satu contohnya, penulis mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an, kegiatan berdagang/berbisnis harus dijalankan di atas satu prinsip dasar yaitu ‘an taradhin (saling ridha, ikhlas, tulus, jujur). Jadi tidak perlu seorang penjual mengatakan barang jualannya syar’i, pasti halal, ikut travel tertentu pasti mendapatkan haji yang mabrur, dan lain sebagainya. Saya setuju dengan pendapat ini. Khatib Jumat minggu lalu mengatakan, Allah hanya akan melihat apa yang tersembunyi dalam hati, serta apa yang kita perbuat. Bukan apa yang kita katakan atau apa yang terlihat di luarnya. Jika memang kita sudah berniat dan yakin bahwa bisnis kita halal, untuk apa memberi embel-embel seperti itu? Jika jauh dalam hati penjual terkandung niat ingin mendapatkan penjualan yang meningkat dengan beriklan seperti itu, menurut saya sama saja ia menjual agama untuk mendapat keuntungan pribadi. Kasusnya sudah banyak di berita toh?

Saya juga memiliki beberapa saran dan ktitik untuk buku ini. Pertama, empat bab pertama terlalu berat dan memakai bahasa yang terlalu tinggi. Suatu buku yang baik akan menggunakan bab-bab awal sebagai penarik pembaca. Jika dari awal sudah njelimet, pembaca bisa kehilangan minatnya untuk menghabiskan buku. Kedua, lima bab terakhir malah super duper njelimet dan tidak sesuai dengan judul buku ini. Dalam pandangan saya, penulis hanya ingin menuangkan studi atau makalahnya tentang komparasi metode interpretasi dan malah cenderung ke arah filsafat. Judul buku ini sederhana, pembahasan bab-bab yang saya sebutkan di paragraf kedua juga sangat menarik. Seharusnya penulis bisa mencari materi lain yang juga sederhana namun sarat makna untuk bab-bab terakhir. Ketiga, ada beberapa kutipan yang diambil dari tokoh-tokoh kontroversial dalam buku ini, sebut saja Ibnu Taimiyah, Sayyid Qutb, dan Asghar Ali Engineer. Walaupun memang kutipan yang dimasukkan saya anggap kutipan yang memang baik, namun penulis seharusnya lebih berhati-hati. Kecuali jika memang penulis ingin menunjukkan bahwa dari ketidaksempurnaan seseorang, selalu ada pelajaran baik yang bisa kita ambil.

Secara keseluruhan, buku ini bagus untuk dibaca oleh orang-orang yang ingin lebih membuka pikiran mengenai kondisi masyarakat Islam Indonesia saat ini dan lebih mementingkan isi daripada sampul. Mengutip kata-kata penulis, “jika saya diminta memilih, maka saya akan memilih hal yang substantif daripada formal, kendati saya jelas lebih demen hal yang substantif itu diikuti oleh hal yang formal.

“Kosong adalah isi, isi adalah kosong”

“Berhala-Berhala Wacana”

Ajaran Islam Paling Ringan dan Paling Berat

Suatu saat ‘Ali bin Abi Thalib sedang duduk bersama Rasulullah Saw. Ketika itu, datang seorang Badui. Orang itu lantas mengajukan pertanyaan kepada beliau, “Wahai Rasul, apakah ajaran Islam yang paling ringan dan apa pula ajaran Islam yang paling berat?”

Beliau menjawab, “Yang paling ringan adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Sedangkan yang paling berat adalah memelihara amanah. Orang yang menyia-nyiakan amanah dipandang tidak beragama. Sembahyang dan zakatnya tidak mendapatkan pahala,” (HR Al-Bazzar dari ‘Ali bin Abi Thalib)

Dikutip dari buku “Islamic Golden Stories: Para Pemimpin yang Menjaga Amanah” karya Ahmad Rofi’ Usmani

Silakan baca juga blog lain yang memberikan penjabaran apik mengenai hal ini sebagai bahan renungan kita,
https://renungan-harian-alquran.blogspot.co.id/2012/04/paling-berat-dan-paling-ringan.html

“Jujur, amanah, dan bersungguh-sungguh dalam setiap pekerjaan”

Ajaran Islam Paling Ringan dan Paling Berat

“Biarkan Hatimu Tertawa”

Awal saya tertarik membeli karena sinopsisnya yang menginformasikan bahwa buku ini menyajikan guyonan serta humor yang dilakukan oleh para Nabi, Rasulullah SAW, para sahabat, khalifah Arab, para Imam besar, serta ulama-ulama kondang di Indonesia. Siapa yang tidak tertarik dengan humor dari orang-orang tersebut?

Nilai lebih yang utama dari buku ini yaitu sang penulis mencantumkan semua sumber referensi dari setiap cerita, sehingga isi cerita tersebut secara esensi bisa dianggap valid. Saya coba melakukan cross-check beberapa cerita serta sumbernya di internet, ternyata memang ada dan terbukti walaupun secara redaksi ada sedikit perbedaan, hal tersebut bisa dimaklumi.

Secara subjektif, sayangnya banyak cerita dalam buku ini tidak selucu yang saya bayangkan, bahkan ada beberapa cerita yang saya anggap tidak bisa dikategorikan sebagai humor, namun sebagai anekdot yang memiliki pesan moral. Walau bagaimanapun, toh tetap saja pesan moral tersebut masih bisa diambil dan direnungi.

Beberapa cerita mengenai tingkah laku salah satu sahabat Rasulullah yang bernama Nu’aiman merupakan favorit saya karena membuat saya sangat terkesan dan bisa tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak, beliau menjual temannya kepada pedagang, menyembelih unta milik tamu Rasulullah, serta menipu Rasulullah, namun karena kepolosan serta hati yang tulus dari Nu’aiman, Rasulullah bisa memakluminya bahkan tersenyum serta tertawa bersama. Selain dari sifat Rasulullah yang pemaaf, saya melihat banyak esensi lain yang bisa kita ambil dari cerita Nu’aiman.

Selain itu, humor-humor yang dilayangkan oleh para ulama kondang Indonesia menurut saya lebih fresh dan menghibur dibandingkan cerita lainnya. Jadi, jika kalian ingin mengetahui beberapa anekdot lucu dari zaman sebelum Rasulullah hingga saat ini, ada baiknya membaca buku ini.

“Bercandalah dengan kejujuran”

“Biarkan Hatimu Tertawa”

“Problem Solving 101”

 

Buku untuk anak kecil. Itu adalah kesan awal saat melihat cover dari buku ini yang memang cenderung memiliki animasi dan pilihan font yang kekanakan. Ketika melihat isinya, kalian juga akan menemukan banyak animasi lain yang diperuntukkan kepada anak SD dengan jamur, tofu, dan gurita sebagai contoh tokoh yang lucu. Tapi jangan salah, ilmu yang disajikan dalam buku ini bukanlah ilmu untuk anak kecil saja. Para orang tua, pengajar, karyawan, bahkan pemilik perusahaan juga bisa menggunakan buku ini sebagai acuan dalam memecahkan berbagai permasalahan.

Ken Watanabe, sang penulis, adalah lulusan Yale and Harvard Business School, dan pernah bekerja sebagai management consultant di McKinsey & Company selama enam tahun. Ia keluar dari McKinsey untuk fokus dalam dunia pendidikan dan mengembangkan anak-anak di Jepang untuk mengubah pola pikir mereka dari “memorization-focused education” menjadi “problem-solving-focused education.”

Secara garis besar, Problem Solving 101 mengajarkan pembaca untuk memiliki pola pikir sistematis dalam memecahkan suatu masalah secara efektif dan efisien. Penulis memberikan berbagai macam metode basic problem solving yang menurut saya sangat bermanfaat dalam pekerjaan, seperti Logic Tree, Yes/No Tree, Problem-Solving Design Plan, dan banyak lainnya. Kenapa saya bisa bilang sangat bermanfaat? Karena bahkan sebelum saya membaca buku ini, metode-metode tersebut ternyata telah dipakai dalam perusahaan saya sejak lama dan terbukti efektif ketika kita ingin menentukan skala prioritas, melakukan root cause analysis, dan menentukan langkah kerja ke depan. Jadi, untuk kalian muda/mudi yang baru akan atau sudah bekerja, ilmu dalam buku ini bisa menjadi suatu senjata dalam meningkatkan performa.

Bahasa Inggris yang digunakan sangatlah sederhana, ditambah lagi dengan contoh-contoh kasus yang ringan serta animasi yang lucu sehingga pembaca tidak akan sulit untuk memahami. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, pengembangan pola pikir dalam memecahkan masalah adalah tujuan utama penulis. Dengan membaca buku ini, semoga kita bisa menjadi seorang problem-solver yang lebih baik di kehidupan sehari-hari.

“Be a problem-solver, not just a problem-questioner”

“Problem Solving 101”

Epilog Pilkada DKI

“Biarlah orang-orang Islam bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian terbesar dari kursi-kursi Dewan Perwakilan Rakyat diduduki oleh utusan-utusan Islam. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap peraturan dari Negara Indonesia dijiwai Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari utusan-utusan adalah orang Kristen. Itu adil!”

Itu adalah ucapan Sukarno yang saya kutip dari otobiografinya, “Penyambung Lidah Rakyat”. Yah, tentu tulisan saya ini didasari dari salah satu pesta demokrasi negara kita yang baru saja diselenggarakan, Pilkada DKI Jakarta.

Mungkin ungkapan Bung Besar tersebut terlampau ekstrem bagi sebagian orang yang berpikiran sempit. Tapi ingatlah, sejarah menunjukkan bagaimana keberagaman suku, agama, dan ras bisa bersatu padu dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan ini dengan tenaga mereka, dengan keringat mereka, dengan air mata mereka, dengan darah mereka. Indonesia bukan hanya milik umat Islam, bukan hanya milik orang Jawa, namun milik seluruh rakyat di dalamnya. Kita tidak akan bisa menikmati kemerdekaan ini tanpa tumpahan darah orang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan seluruh elemen pada saat itu. Oleh sebab itu, setiap orang Indonesia berhak untuk menjadi pemimpin di negara ini. Bacalah sejarah, hormati perjuangan para pahlawan, berlakulah adil semenjak dalam pikiran.

Jika memang kalahnya Ahok dikarenakan perasaan tidak terima akibat ucapannya yang dianggap menistakan agama Islam, masih cukup fair dan masuk akal menurut saya. Namun jika ternyata di pemilihan daerah lain masih ada isu SARA serupa yang dihembuskan, hal tersebut hanya menunjukkan ketidakadilan dan kesombongan segelintir golongan belaka.

Secara pribadi, saya kecewa karena Pak Ahok tidak terpilih lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun apa daya, jalannya memang sudah begini. Lagipula saya juga percaya bahwa beliau pasti akan tetap melakukan yang terbaik di manapun beliau bekerja nantinya. Dari pengamatan saya, banyak warga Jakarta yang berterima kasih dan merasakan langsung perubahan baik yang telah beliau berikan, dan itu sudah menjadi bukti bahwa beliau banyak melakukan hal yang benar. Semoga Bapak selalu mendapatkan jalan yang terbaik ke depannya.

Untuk Pak Anies, selamat menempuh amanah baru. Jangan lupa Pak, seorang pemimpin Muslim yang baik harus mengedepankan kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Jika memang benar seorang pemimpin Muslim lebih baik daripada pemimpin non-Muslim, maka sudah jelas kiprah Bapak sebagai Gubernur harus dan wajib lebih baik dari Gubernur sebelumnya. Jangan pedulikan omongan jelek ataupun pesimisme dari orang lain, Pak. Cukup ingat satu Zat yang selalu mengawasi omongan, tindakan, dan pikiran Bapak setiap detiknya. Selamat bekerja, semoga amanah.

Kepada para pendukung semua calon, atau siapapun yang suka memberi komentar mengenai Pilkada ini, mari hentikan semua omongan tidak penting, hinaan, ketidakpercayaan, pesimisme, dan lain sebagainya. Nilai persatuan dan persaudaraan kita jauh lebih berarti daripada sekedar perang mulut yang berujung pada perpecahan. Biarkan kepemimpinan baru berjalan terlebih dahulu, kemudian kritisi jika memang ada yang melenceng. Jika benar katakan benar, jika salah katakan salah, karena kejujuran bukan hanya kewajiban pemimpin, namun seluruh individu. Jangan biarkan fanatisme dan dukungan buta merajalela di negeri ini.

Semoga kita semua selalu diberi kekuatan untuk berjuang menjadi manusia yang baik dan benar.

Semoga kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.

“Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan hormat-menghormati satu sama lain”

Epilog Pilkada DKI

Mengantri Dengan Santun

Yah, pikiran ini sebenarnya sudah lama ingin dituangkan, tapi apa daya keinginan untuk menulis kadang timbul-tenggelam.

Saya ingin membahas tentang mengantri ketika solat Jumat, khususnya untuk orang-orang yang datang telat dan belum mendapatkan spot solatnya. Sering saya perhatikan – yang terkadang membuat saya bingung – beberapa orang yang menunggu di luar area Masjid langsung main masuk saja ke dalam ketika solat akan dimulai, meliuk-liuk di antara bahu, dan mencari-cari spot kosong padahal jama’ah di depan masih proses merapatkan dan meluruskan shaf. 

Know your place, guys. Ketika memang kita telat datang ke Masjid, ya berasabarlah untuk mendapatkan posisi solatmu. Biarkan kawan-kawan kita yang berada di depan merapatkan shafnya hingga berangsur-angsur terbukalah shaf kosong di area belakang. Bukankah cara tersebut lebih santun? Jika memang ingin mendapatkan posisi solat sedekat mungkin dengan Imam untuk mendapatkan pahala lebih, ya datanglah ke Masjid lebih awal. Fair enough kan?

Menurut saya, makna lain dari meluruskan dan merapatkan shaf yaitu untuk memberikan ruang agar Masjid bisa menampung jamaah sebanyak mungkin sesuai kapasitasnya. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi.

Hal ini juga berlaku di semua proses pengantrian yang kita lakukan di manapun. Every little thing we do matters. Bela agamamu dengan perbuatanmu.

“Berlaku adil sejak dalam pikiran, tuangkan dalam perbuatan”

Mengantri Dengan Santun

Untuk Saudara-Saudaraku

Untuk saudara-saudaraku,

Berjuanglah !

Berjuanglah untuk semua hal yang kalian anggap benar,

Berjuanglah untuk agama,

Berjuanglah untuk kedamaian,

Berjuanglah untuk keadilan,

Berjuanglah untuk sesamamu,

Berjuanglah untuk menegakkan seluruh perintah-Nya.

 

Untuk saudara-saudaraku,

Lawanlah !

Lawanlah kebodohan diri,

Lawanlah kebohongan diri,

Lawanlah kesombongan diri,

Lawanlah ketidakadilan diri,

Lawanlah kezaliman diri,

Lawanlah untuk menghindari seluruh larangan-Nya.

 

Untuk saudara-saudaraku, semua anak Adam.

Doa terbaikku menyertaimu.

Untuk Saudara-Saudaraku

Penista Agama Islam

Untuk kasus Ahok, saya tidak 100% setuju bahwa Ahok tidak bersalah dalam omongannya. Seorang calon pemimpin seharusnya bisa menjaga mulutnya dengan baik. Apalagi seorang non-Muslim sebaiknya tidak berpidato membawa-bawa ayat Al-Qur’an, kurang etis jadinya.

Namun yang pasti, kita adalah bangsa yang menghormati hukum. Penyelidikan kasus Ahok ini masih terus dilakukan oleh kepolisian. Ahok pun sudah secara terang-terangan meminta maaf pada publik. Lalu apalagi yang harus kita ributkan? Jika memang ingin berdemo, semoga saja demo tersebut bisa berjalan dengan aman, tertib, dan tidak anarkis, karena berdemo adalah hak semua orang di negara ini.

Harapan saya, semoga saja saudara-saudara yang berdemo tersebut juga mau melakukan hal yang serupa ketika ada saudara Muslim kita yang terlibat kasus hukum. Dari pandangan pribadi, seorang kafir yang melakukan kesalahan itu wajar, namun seorang Muslim yang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, menipu orang, menindas yang lemah, menerima suap, mengambil hak orang lain, atau tindakan ketidakadilan lainnya, itu baru tidak wajar. Kita percaya bahwa seluruh umat Islam telah diberikan pedoman yang sempurna, kenapa malah banyak tindakannya tidak mencerminkan ajaran agama?

Justru orang-orang seperti itu yang sebenarnya menistakan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka menistakan Islam dalam perbuatannya. Orang-orang yang marah besar ketika agamanya dilecehkan secara lisan namun tidak marah besar ketika mereka melihat begitu banyak tindakan menyimpang yang dilakukan sesamanya, menunjukkan bahwa pemahaman agama mereka pun hanya sebatas di lisan, tidak sampai ke hati dan perbuatan.

Di sini saya bukan berarti sok suci dan tidak merasa punya salah dan dosa. Saya hanya ingin saling mengingatkan dan memberi pendapat dari sisi lain. Karena saya percaya Rasulullah SAW menyebarkan agama Islam, serta mengubah hati orang kafir menjadi Muslim, dengan cara memperlihatkan akhlak dan suri tauladan beliau yang sangat baik dan santun.

Semoga kita semua selalu dituntun-Nya di jalan yang lurus.

“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.”

Penista Agama Islam

Transformasi Mental

Hai !

Beberapa bulan yang lalu saya melihat gambar kartun di Facebook, dan saya langsung berpikir bahwa gambar-gambar tersebut layak untuk dicermati, dipahami, dan diimplementasikan khususnya oleh para generasi muda negara Indonesia tercinta ini. Berikut ini gambarnya, silakan dicermati terlebih dahulu.

  

“Sekelompok ilmuwan meletakkan 5 monyet di dalam sebuah kurungan dan di bagian tengah kurungan diletakkan sebuah tangga dan terdapat pisang di atas tangga tersebut.”

 

 

“Setiap kali ada monyet yang menaiki tangga untuk mengambil pisang, para ilmuwan segera menyiram monyet-monyet lainnya dengan air dingin.”

 

 

“Karena hal tersebut, setiap kali ada monyet yang ingin menaiki tangga, monyet-monyet yang lain langsung memukulinya.”

 

 

“Setelah beberapa waktu, akhirnya tidak ada satu monyetpun yang berani menaiki tangga tersebut walaupun mereka sangat ingin mengambil pisang di atas tangga.”

 

 

“Para ilmuwan kemudian memutuskan untuk menukar salah satu monyet dengan monyet baru. Hal pertama yang dilakukan oleh monyet baru ini adalah menaiki tangga tersebut untuk mengambil pisang. Kemudian dengan segera, monyet-monyet lain langsung memukulnya. Setelah beberapa pukulan, monyet baru tersebut belajar bahwa tangga tersebut tidak boleh dinaiki walaupun ia tidak tahu apa alasan sebenarnya.”

 

 

“Monyet kedua kemudian juga ditukar dengan monyet baru, hal yang sama terjadi. Monyet pertama yang ditukar ikut memukuli monyet baru yang kedua. Monyet ketiga juga ditukar, pemukulan juga terjadi. Hingga saat monyet keempat dan kelima ditukarpun, pemukulan tetap dilakukan setiap kali ada monyet baru yang hendak menaiki tangga.”

 

 

“Hingga yang tersisa adalah lima monyet baru yang walaupun tidak pernah disiram dengan air dingin, namun tetap akan memukul monyet manapun yang berusaha untuk menaiki tangga.”

 

 

“JIKA mungkin untuk menanyakan para monyet baru mengapa mereka memukul tiap monyet yang berusaha menaiki tangga, aku berani bertaruh jawaban mereka adalah…”

“Aku tidak tahu, begitulah yang seharusnya dilakukan di sini.”


Well, mengerti intinya guys?

Mungkin ada beberapa momen di mana kita hanya melakukan apa yang dikerjakan atau disuruh oleh orang lain. Atau pada kasus lain, kita kurang kritis untuk mempertanyakan hal-hal seperti,

“kenapa hal ini harus dilakukan?”,

“kenapa hal itu bisa terjadi?”,

“bagaimana hal tersebut bisa dilakukan?”,

“kenapa saya harus melakukan ini?”

“apakah benar melihat langsung gerhana matahari bisa membuat mata menjadi buta?”

“kenapa saya harus memakai sabuk pengaman?”

“kenapa Indonesia belum menjadi negara maju padahal memiliki sumber daya alam dan manusia yang melimpah?”

“kenapa teknologi kita masih tertinggal dari negara lain?”

“kenapa saya harus bersekolah dan belajar di universitas?”

“kenapa saya masih jomblo?”

Serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang kita temui setiap hari.


Namun perlu juga diiingat, sejuta pertanyaan tidak akan ada artinya jika kita tidak bisa menemukan jawabannya. Bukankah zaman sekarang informasi mudah didapat dari internet? Bahkan beberapa kota di Indonesia sudah ada jaringan 4G yang katanya kecepatan internet super cepat, di mall ada jaringan Wi-Fi, di beberapa rumah sudah memasang Wi-Fi, di cafe ada Wi-Fi, di beberapa warung pun ada yang memasang Wi-Fi.

Bukankah pencarian informasi dan memperdalam ilmu adalah tujuan utama dari kalian yang membeli handphone, tablet, laptop,  atau komputer canggih dan mahal? Ya kan? IYA KAN?

Serta jangan dilupakan bahwa ngobrol, bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan orang yang tepat adalah sumber utama kita untuk mencari ilmu.


Jika motto Pak Jokowi pada masa kampanye adalah “revolusi mental”, saya lebih suka memakai istilah “transformasi mental”. Transformasi artinya perubahan. Kita harus mengubah mental kita dari mental pekerja dan menerima apa adanya menjadi mental yang memiliki kekritisan atau rasa ingin tahu yang tinggi.

Rasa ingin tahu yang tinggi akan menambah ilmu. Ilmu yang tinggi akan menghasilkan inovasi dan ide yang nantinya bisa dipergunakan untuk membantu orang banyak dan akhirnya mensejahterakan diri sendiri serta orang lain. Apakah kita tidak mau melihat negara ini berkembang, maju, dan sejahtera secara mandiri?

Nasib negara ini berada di pundak kita semua, tiap individu dari rakyat Indonesia. Dan perubahan yang baik harus dimulai dari diri sendiri dan dimulai dari detik ini.


Yuk transformasi mental !

“Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?”

Transformasi Mental

“Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik”

 

Subhanallah. Itulah satu kata yang menurut saya sangat mendeskripisikan buku ini.

Buku, atau mungkin bisa dibilang biografi, ini ditulis oleh Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din) dan ternyata pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1991. Beliau membuat biografi ini berdasarkan berbagai karya sejarah Islam pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi dan juga kumpulan Hadis Nabi pada abad tersebut. Edisi terbaru yang berbahasa Indonesia merupakan cetakan ke-12 pada tahun 2013 oleh penerbit Serambi. Dilihat dari jumlah cetakannya saja, tidak heran jika buku ini terpilih sebagai biografi Rasulullah terbaik dalam bahasa Inggris pada konferensi Sirah Nasional di Islamabad tahun 1983. Sejak itu, karya ini telah dipublikasikan ke dalam berbagai bahasa: Prancis, Italia, Spanyol, Turki, Belanda, Tamil, Arab, Jerman, Urdu, dan Indonesia. Kemudian pada 1990, Martin Lings menerima bintang kehormatan dari Presiden Hosni Mubarak karena buku ini berhasil mencuri perhatian Universitas al-Azhar Kairo.

Sedikit tentang penulis, Martin Lings lahir tahun 1909 di Inggris dan wafat pada usia 96 tahun. Setelah meraih gelar sarjana bahasa Inggris dari Oxford dan sastra Arab dari Universitas London, cendekiawan-sejarawan mualaf ini juga memperoleh gelar Ph.D. dari School of Oriental and African Studies. Beliau juga banyak membuat karya sastra mengenai sufisme dan tasawuf. Komitmennya terhadap Islam terbawa sepanjang hayat. Bahkan, sepuluh hari sebelum meninggal dunia, Lings masih sempat menjadi pembicara di depan tiga ribu pengunjung pada acara Maulid Nabi Muhammad yang diadakan di Wembley.

Menurut saya, Martin Lings mempersembahkan sebuah biografi tentang Rasulullah dengan gaya penulisan yang sangat terstruktur dan mudah dimengerti sehingga sangat menarik untuk dibaca. Lings menceritakan sejarah Rasulullah dari sebelum Beliau lahir hingga meninggal, termasuk bagaimana Beliau menjalani hidup sebagai seorang Rasulullah yang memang patut diteladani dan diikuti, jalannya perang, pertemuan dengan para sahabat, pertemuan dengan para istri Nabi, kebingungan Nabi ketika istrinya difitnah, hingga bagaimana cinta Muhammad terhadap anak dan cucunya.

Lembar demi lembar saya baca dengan sangat antusias, tidak ada bab yang tidak membuat saya kagum. Ada saat di mana saya membaca sampai merinding, tertawa, terpesona, kagum, sedih, bahkan menangis. It’s true. Membaca biografi ini membuka wawasan saya menjadi lebih luas mengenai bagaimana kelakuan dan pemikiran seharusnya seorang Muslim.

Jadi, jika kalian mencari salah satu referensi biografi Rasulullah yang menggugah hati, saya wajibkan untuk membaca buku ini.

Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya.

“Tidak ada kutipan yang lebih baik daripada sabda Rasulullah dan ayat Al-Qur’an”

“Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik”